Sejak kecil, aku selalu
bertanya tanya.bagaimana bisa ayah dan ibu bertemu setiap hari, tinggal di
rumah yang sama, makan di meja yang sama dan tidur di tempat tidur yang sama,
namun tak satupun dari mereka merasa bosan sampai sekarang. Aku juga heran,
mengapa dua orang yang bertatap muka dengan intensitas melebihi jadwal minum
obat, lebih dari tiga kali sehari dalam satu kurun waktu bisa tidak merasa
jenuh.
Aku sering memikirkan
hal itu. Sampai akhirnya aku bertemu kamu.
Aku baru tahu, ternyata
sebuah kata “aku pulang yaa” rasanya
bisa seberat “selamat tinggal” dan meninggalkan lagi-lagi pertanyaan “apakah
ini akan menjadi yang terakhir? Apakah esok aku sudah tak bisa lagi bertemu
dengannya?”
Padahal, baru saja
beberapa detik yang lalu kita saling bercengkerama, tertawa bersama,
membicarakan hal-hal biasa yang terasa istimewa dan membahas dunia. Padahal,
hari itu kita melewati waktu sarapan sampai makan malam bersama. padahal sudah
ketiga kalinya dalam satu kali perputaran revolusi bulan kita jalan-jalan
melewati jalan yang sama. Namun setiap kali waktunya datang “untuk berpisah”, “pamit”
selalu terasa semakin berat.
Perpisahan dalam bentuk
apaun, meski tak seberat “selamat tinggal” tetap saja rasanya sulit. Ini semua
karena aku sudah terlanjur meninggalkan hatiku di matamu, tempat aku menemukan
keteduhan.
Baru aku sadar, sedetik
setelah seseorang pergi, manusia bisa rindu pada seseorang yang baru ia temui
lagi.
Aku tidak akan pergi
jika tidak harus. Tidak akan dan tidak ingin. Karena ketika disampingmu aku
seperti menemukan apa yang aku cari. Karena ketika bersamamu aku lengkap.
Aku sangat bersyukur,
meski segala yang kulalui bersamamu selama ini hanya sebuah mimpi, sebuah mimpi yang panjang.
Sebagian orang berkata
bahwa tak ada yang sempurna di dunia. Bagiku itu tidak lagi penting. Karena kamu telah membuat aku merasa cukup.
Ini rencana semesta,
sampai akhirnya aku bertemu kamu.
Aku sadar semua ini
hanya sementara. Dan akan segera tiba saatnya untukku berucap selamat tinggal. Kelak
semuanya akan diakhiri dengan peluk erat dan dekap hangat. aku tak ingin kau ingat sebagai sebuah luka dan penyesalan. aku yang ada di memory mu hanya ingin diingat sebagai aku yang pernah mengisi hari-hari dan sudut kecil hatimu.
Kali ini, setidaknya
untuk sementara ini. Aku meminta kamu peluk aku dengan doa. Dan kelak
membiarkan aku melanjutkan bergelut dengan hidup, untuk mewujudkan mimpiku dan
kamu mewujudkan mimpimu.
Bagiku, dalam sebuah
drama apapun. Happy ending bukan hanya sebatas bisa hidup bahagia bersama sama,
tapi happy ending versiku adalah ketika kita memutuskan untuk bahagia, meski
dengan menempuh jalan yang berbeda.
0 comment[s]:
Posting Komentar