Jumat, 16 September 2016

AKU, JUNIMU


Sejak kecil, aku selalu bertanya tanya.bagaimana bisa ayah dan ibu bertemu setiap hari, tinggal di rumah yang sama, makan di meja yang sama dan tidur di tempat tidur yang sama, namun tak satupun dari mereka merasa bosan sampai sekarang. Aku juga heran, mengapa dua orang yang bertatap muka dengan intensitas melebihi jadwal minum obat, lebih dari tiga kali sehari dalam satu kurun waktu bisa tidak merasa jenuh.

Aku sering memikirkan hal itu. Sampai akhirnya aku bertemu kamu.

Aku baru tahu, ternyata sebuah kata “aku  pulang yaa” rasanya bisa seberat “selamat tinggal” dan meninggalkan lagi-lagi pertanyaan “apakah ini akan menjadi yang terakhir? Apakah esok aku sudah tak bisa lagi bertemu dengannya?”

Padahal, baru saja beberapa detik yang lalu kita saling bercengkerama, tertawa bersama, membicarakan hal-hal biasa yang terasa istimewa dan membahas dunia. Padahal, hari itu kita melewati waktu sarapan sampai makan malam bersama. padahal sudah ketiga kalinya dalam satu kali perputaran revolusi bulan kita jalan-jalan melewati jalan yang sama. Namun setiap kali waktunya datang “untuk berpisah”, “pamit” selalu terasa semakin berat.

Perpisahan dalam bentuk apaun, meski tak seberat “selamat tinggal” tetap saja rasanya sulit. Ini semua karena aku sudah terlanjur meninggalkan hatiku di matamu, tempat aku menemukan keteduhan. 

Baru aku sadar, sedetik setelah seseorang pergi, manusia bisa rindu pada seseorang yang baru ia temui lagi.

Aku tidak akan pergi jika tidak harus. Tidak akan dan tidak ingin. Karena ketika disampingmu aku seperti menemukan apa yang aku cari. Karena ketika bersamamu aku lengkap.

Aku sangat bersyukur, meski segala yang kulalui bersamamu selama ini hanya sebuah mimpi, sebuah  mimpi yang panjang.

Sebagian orang berkata bahwa tak ada yang sempurna di dunia. Bagiku itu tidak lagi penting. Karena kamu  telah membuat aku merasa cukup.

Ini rencana semesta, sampai akhirnya aku bertemu kamu.

Aku sadar semua ini hanya sementara. Dan akan segera tiba saatnya untukku berucap selamat tinggal. Kelak semuanya akan diakhiri dengan peluk erat dan dekap hangat. aku tak ingin kau ingat sebagai sebuah luka dan penyesalan. aku yang ada di memory mu hanya ingin diingat sebagai aku yang pernah mengisi hari-hari dan sudut kecil hatimu.

Kali ini, setidaknya untuk sementara ini. Aku meminta kamu peluk aku dengan doa. Dan kelak membiarkan aku melanjutkan bergelut dengan hidup, untuk mewujudkan mimpiku dan kamu mewujudkan mimpimu.

Bagiku, dalam sebuah drama apapun. Happy ending bukan hanya sebatas bisa hidup bahagia bersama sama, tapi happy ending versiku adalah ketika kita memutuskan untuk bahagia, meski dengan menempuh jalan yang berbeda.

0 comment[s]:

 

Beautiful Days Template by Ipietoon Cute Blog Design