Minggu, 17 Juli 2016

KISAH SEDIH DI HARI MINGGU



Pukul 23.23.
Tolong putarkan lagu paling sedih sedunia, terserah. Apa saja.

Anak kecil itu masih terjaga. Pikirannya masih kacau. Hanya terkulai lemas di atas kamar tidur sambil menatap langit langit kamar yang mulai ikut meredup. Di luar hujan, namun yang basah adalah kedua sisi pipinya. Rasanya masih panas, sesekali dia menarik napas panjang, pandangannya beralih dari langit kamar menuju dinding kamar berwarna ungu pudar dengan wallpaper menara Eiffel yang tulisannya telah mengelupas termakan waktu.

Dia memulai pembicaraan.

Tuhan, jika salah satu hewan peliharaanku mati, dima pergi kemana? Ke surga?

Aku senang di rumah. bersama dengan keluargaku. Ayah, ibu, adek, nenek, dan kucing-kucingku. Ada 7 ekor saat terakhir kali kuhitung. inil-inil, cong reng, cong ping, sibang, limbuk, dan dua si kecil Jhoni dan Jeni.

Orang-orang benar. Saat kau mulai jengah dengan duniamu, pulang dan bertemulah dengan mereka semua.

Sudah lebih dari umurku, nenek selalu memelihara dan menjaga kucing di rumah. Baginya seekor kucing bukan hanya sebatas hewan, tapi juga keluarga. Meskipun kami dalamhal bahasa kami tak saling mengerti, tapi kami yakin hati kami saling memahami.
Tak jarang saat aku merasa sendirian di rumah, saat ayah dan ibu bekerja dan semua sibuk dengan dunia mereka. Ada teman di rumah. Salah satu dari mereka. Mungkin mereka tidak serta merta ikut duduk 2 jam bersama sambil melihat televise, tapi mereka selalu berkeliaran di sekitar tempatku menonton tv. Sesekali meng-eong saking tidak kuat menahan lapar.

Banyak cerita tentang mereka semua.

Mulai dari inil-inil. Si janda muda yang hobi banget melahirkan anak, tapi gak jelas siapa bapak dari satu persatu anaknya. Dia memang emak emak, dan emang selalu seperti itu kelakuannya. Tapi dia bukan ibu yang tidak bertanggung jawab seperti kebanyakan berita di tv. Dia seekor emak kucing yang penuh perhatian. Bukti nyatanya adalah dia adalah kucing yang menyusui cong reng, cong ping dan sibang pada saat emak ketiganya mati. Dan sampe sekarangpun, kalo mereka papas an, mereka pasti saling jilat. Mungkin itu sebagai tanda bukti sayang mereka satu sama lain.


Si bang. Dia lelaki paling alay di rumah. Lelaki paling perfectsionis urusan penampilan. Dikit dikit badannya kena debu, jilat. Kena lumpur, jilat, kena tanah, jilat. Tiada hari tanpa menyalon dirinya sendiri. Dia jago kandang banget, gak pernah keluar rumah dari kecil sampe remaja. Kerjaannya di rumah ya itu tadi. Tapi setelah beranjak ABG, baru baru ini dia baru mulai berani keluar rumah. Pernah sekali waktu, sok sokan dia keluar dari rumah dan hamper 2 hari gak pulang. Pulangnya, badannya udah penuh lumpur, compang camping kayak gelandangan, badannya luka-luka dan kaki kiri depannya pincang. Berasa habis pulang wajib militer.


Limbuk. Cewek paling centil di rumah. Idola para lelaki. Cong reng, cong ping dan sibang adalah korban php an Limbuk. Dia makin sok-sokan karena dia yang dianugerahi bulu yang paling halus walaupun warnanya agak mirip musang. Kalo dia manusia paling dia udah jadi play girl kelas kakap. Semua cowok di gebet. Tiap malem keluar buat kencan, pulang pulang pas subuh -__-. Dan sekarang pacarnya gak maen-maen, preman komplek. Kucing item ekor bundul yang paling garang se Karangmojo. Gak ada yang berani, termasuk Cong reng, cong ping, apalagi si bang. Lewatttt :D
Limbuk adalah satu satunya kucing yang bisa naklukin hati bapak sebagai pria (manusia) di rumah. Yaa gitu, dia pake rayuan maut, dikit dikit nempel, jilat-jilat kaki, guling-guling manja di kaki dan segala rayuan mautnya. Kalo pas pulang ke rumah, sekalinya liat orang rumah langsung teriak teriak kenceng. Mungkin kalo diterjemahin hamper-hampir kaya “aku-pulang-ini-loo, aku-laperrrrr, aku-minta-makaaan” dengan nada manja ala kucing.

Congreng. Akronim dari moncong ireng, dia satu saudara sama cong ping. Congreng ini yang paling manly banget. Berbulu perpaduan item dan putih, wajahnya garang karena dominan bulu warna item numplek blek di sana. Tapi, jangan dilihat dari covernya aja. Garang garang gitu, hatinya hello kitty banget. Dia yang paling sabar ngadepin anak kecil versi kucing. Contohnya Jhoni dan Jeni. Baru beberapa kali ketemu mereka berdua, tapi udah dijilatin, udah diajakin maen bareng, makan bareng di dapur. Dan bukan sama sesama jenisnya aja dia baik, cong reng emang seneng banget kalo di ajakin berkebun di belakang rumah. Contohnya tadi kemarin waktu aku pengen petik sayur singkong buat masak di belakang rumah. Jujur, takut banget, bukan karena hantu atau apa. Ini masih siang bolong, tapi takut kalo ada ular di sekitaran pohon pisang. Begitu aku keluar dari pintu belakang rumah menuju lokasi daun singkong berada, dari belakang ada yang ngeong-ngeong. Dan itu Congreng. Dia ngikutin aku sampe ke semak semak, sesekali ngusap-ngusapin kepala ke kaki kemudian duduk dan nunggu aku yang ribet dan heboh sendiri metik daun singkong yang full nyamuk. Begitunya selesei aku beranjak, kupanggil dia buat pulang. Dia langsung berdiri dari tempatnya dan mengikutiku dari belakang.


Congping. Akronim dari moncong pink, hidungnya berwarna agak kemerah-merahan makanya dia dikasih nama congping. Dia berbulu putih bersih, hanya terdapat beberapa titik hitam berbentuk persegi pangang di pinggang kanannya, sehingga kerap Pebri bilang kalo cong ping kaya punya saku. Dia adalah lemari holic. Seluruh lemari di rumah yang luput dari kuncian pernah dari tempat tidur empuk buatnya, terutama lemari kamarku, yang dari kapan tau udah soak gak bisa di kunci. Alhasil,lemariku lah singgasana nyaman dia buat hibernasi. Congping dan inil-inil memang sekilas tampak sama, karena bulu mereka sama sama didominasi warna putih. Bukan aku dan orang orang rumah yang sering salah ngira dia adalah inil-inil, bahkan Jhoni dan Jeni. Dua anak kecil yang masih sering netek emaknya sering salah ngenalin. Pas congping duduk diem di keset, tak jarang mereka berdua datang dengan santai dan gembiranya dan langsung ndusel-ndusel perut congping minta netek. Aku dan ibu yang beberapa kalo jai saksi kekonyolan kelakukan mereka bertiga pecah ngakak, gak bisa berhenti. Si congping yang jadi emak salah sasaran juga Cuma diem aja biarin dua bocah ribet nyari putting susu yang susah ketemu.


Jhoni dan Jeni. Baru berhasil ngelus dan deket sama mereka sepulang dari malang,pertengahan ramadhan kemarin. Awalnya mereka sama inil-inil ditempatin agak tersembunyi dari jangkauan manusia, tapi begitu aku pulang. Aku pindahin mereka berdua ke deket dapur. Biar bisa diliat, biar bisa diusel-usel tiap hari. Pertama kali ketemu mereka yang udah pada gimbul-gimbul, guemes pengen pegangin terus, elus-elus terus. Sueneng akhirnya ada bayi kucing lagi setelah kematian menik yang tiba-tiba kemarin karena sakit juga. Makanya, ibu yang belum bisa move on dari menik ngasih nama mereka berdua juga nama yang sama, yaitu Menik, tanpa memperdulikan bahwa mereka berdua satu cewek dan satu cowok. Dua duanya tetep dipanggil menik sampe capek.


Dan Tuhan, hari ini .. hariku berat.
Tak ada firasat apapun. Tak ada tanda apapun.
Jhoni mendadak sakit. Gak mau makan gak mau minum dan tingkahnya juga menjadi aneh. Dia sering minum ke kamar mandi dan duduk di sana. Kata nenek kucing kalo lagi sakit, pasti hidungnya gak merah, mereka juga mencari tempat tempat dingin kaya kamar mandi, soalnya mungkin mereka merasa tubuh mereka panas. Jeni yang awalnya gak papa, masih bisa jalan jalan dan makan bahkan nemenin Jhoni di pintu kamar mandi seharian hari ini juga mendadak sakit.
Mereka berdua Cuma bisa diem di keset kamar mandi dari pagi. Udah mulai diobatin pake air kelapa, bahkan air zam-zam. Saking nekatnya aku gak tahu kudu gimana, di kulkas ada air zam-zam yang didapet ibu dari tetangga yang bulan kemarin pulang dari umroh.

Sorenya sekitar jam 3 an, Jeni udah lemes,gak bisa gerak. Cuma tidur di keset. Sementara itu cong ping yang kulihat masih di kamar mandi, sekeluarnya dari kamar mandi dia langsung sempoyongan dan terkulai lemas di samping Jeni yang akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Baru pertama kali dalam hidup, aku liat seekor kucing menangis dan meneteskan air mata. Sumpah, kalopun tadi aku gak lihat itu, mungkin aku gak bakal sesedih ini. Gatau kenapa rasanya sedih banget.
Begitu Jeni udah dibawa nenek dan dibungkus kain dan dikubur, aku gak sempet lagi melihat keadaan congping dan Jhoni.

Aku sempat menyesal, enak-enak pergi jalan-jalan, ketemu temen-temen, hahahihi, sementara di rumah ada dua makhluk yang menderita menahan sakit.
Dan sampai terakhir pukul 22.00, aku yang udah capek udah setengah ngantuk tapi belom sholat isya mutusin buat pergi ke kamar mandi, niatnya mau ambil air wudhu. Tapi begitu sampai di pintu kamar mandi, congping udah terkulai lemas di keset kamar mandi selatan dan Jhoni terkulai lemas di keset kamar mandi utara. Pemandangan apa ini ya Tuhan? Masih belum cukupkah kau ambil Jeni sore ini? Dan sekarang aku harus melihat lagi dua makhluk ini kembali meregang nyawa?

Kuurungkan niat untuk berwudhu, aku terduduk lemas di depan congping sambil sesekali mengusap tubuhnya yang sudah mulai kaku dan dingin. Kuucapkan semua doa doa yang aku bisa, meskipun aku tak tahu itu cukup membantu meringankan bebannya atau tidak. Congreng yang entah sejak kapan datang ikut duduk di sampingku sambil memperhatikan congping. Dalam hati kecilnya mungkin dia ikut berdoa untuk melepaskan kepergian congping, saudara kandungnya.

Begitu napasnya tersengal beberapa kali akhirnya, nyawa terlepas dari raganya. Kuraparkan kedua kakinya sejajar, kututup kedua mata dan mulutnya. Innalilahi, selamat jalan.

Tak lama nenek datang setelah selesei sholat Isya.
Diusapnya kepala dan tubuh congping berkali kali, sambil berbisik parau

“terima kasih sudah jadi bagian dari keluarga kami. Terima kasih untuk semua kesetiaan dan ketulusanmu selama ini. Maaf kalo aku Cuma bisa menjagamu sebatas ini. Aku tahu beberapa hari ini kamu tidak pulang, karena diluar sana kau sudah sakit dan kau menahannya sampai akhirnya pulang. Aku tidak tahu, dimana Tuhan akan menempatkanmu, tapi aku yakin Tuhan punya tempat terbaik untukmu, mungkin surga adalah tempat yang tepat. aminnn"

Dan aku beralih duduk di dekat Jhoni. Badannya juga sudah lemas. Napasnya sudah mulai cepat, ketika kupegang buku-buku jarinya yang mungil, dia masih sempat bisa membalas pegangannku walau hanya dengan gerakan kecil.
tak lama inil-inil datang, ibunya.
dijilati seluruh badan Jhoni berkali kali tanpa henti, sambil sesekali mengeong, entah aku tak tahu apa maksudnya. tapi jelas, itu juga raungan kesedihan seorang ibu untuk anaknya.

aku dan nenek cuma bisa duduk bersebelahan tanpa bisa berkata kata. hati kami mungkin sama saat ini, sangat sakit. congreng yang dari tadi duduk depan jasad cong ping mulai beranjak mendekatiku. begitu sampai di sampingku, diangkat kedua kaki depannya di pundakku beberapa detik kemudian duduk di pangkuanku.
seperti dia ingin menenangkan hatiku.  seekor kucingpun mengerti betapa kesedihan tengah meliputi hati kami semua, kehilangan saudara, kehilangan keluarga.
sampai akhirnya, tubuh Jhonipun bergetar, napasnya yang cepat mulai berangsur pelan dan sengalan terakhir menjadi tandanya pergi.
Innalilahi.

kulakukan hal yang sama seperti congping, kurapatkan kedua kakinya depan dan belakang, kututup kedua mata dan mulutnya. kubungkus tubuh kecilnya yang membatu dengan kain batik bekas jarit nenek yang sudah disiapkan. kupindahkan dia di dekat congping yang sudah terbungkuss kain. inil-inil masih belum beranjak dari tempatnya. dia terduduk diam dan tak mengeong sedikitpun.

Tuhan, hujanmu begitu deras malam ini.
inikah tanda mereka sudah kau angkat ke langit?

aku tak tahu kenapa, sebegini sakitnya memiliki kehilangan.
pertemuan kami sebagai keluarga memang singkat, tapi sudah begitu banyak kenangan yang kami buat bersama.


untuk cong ping, Jhoni dan Jeni
terima kasih telah menjadi bagian dari keluarga kecil kami.
terima kasih karena telah membuat hari hari kami tidak sepi.
terima kasih atas tawa dan segala tingkah polah yang membuat kami semua bahagia.
Tuhan memiliki tempat yang lebih baik untuk kalian di surga
tempat dimana kalian bisa tidur bebas, tak perlu sebatas lemari. tempat dimana kalian bisa tidur bebas, tak sebatas kardus bekas,
tempat kalian bisa bermain dan berlarian bebas.
kami ikhlas, melepas ..

kuangkat inil-inil ke pelukanku, dan congreng mengekor di belakang. kuberjalan di belakang nenek yang siap mematikan lampu ruangan belakang.
begitu lampu dipadamkan, aku masih sempat melihat jasad mereka berdua dengan sambil berkata


" selamat tidur .. panjang"



nb:
memang mereka bertiga tak akan pernah baca isi blogku kali ini. tapi setidaknya, kalian yang baca ini tahu. betapa hewan peliharaan yang kita sayangi bisa menjadi bagian dari keluarga kita sendiri. keluarga itu bukan sebatas dalam tubuh kita mengalir darah yang sama, tapi lebih dari itu. keluarga adalah orang orang yang selalu bersama kita melewati suka duka.

dan kalau kamu pikir aku agak gila, mungkin benar. dan anggap saja seperti itu. 

2 comment[s]:

candroid mengatakan...

Selamat beristirahat yah cong ping,jhoni dan jheni walau aku blm pernah melihat kalian,aku tau pasti kalian sangat menggemaskan sampai dibuatkan tulisan spesial oleh pemilikmu.
Sabar yah kakak :)

candroid mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
 

Beautiful Days Template by Ipietoon Cute Blog Design