Pukul 23.23.
Tolong putarkan lagu
paling sedih sedunia, terserah. Apa saja.
Anak kecil itu masih
terjaga. Pikirannya masih kacau. Hanya terkulai lemas di atas kamar tidur
sambil menatap langit langit kamar yang mulai ikut meredup. Di luar hujan,
namun yang basah adalah kedua sisi pipinya. Rasanya masih panas, sesekali dia
menarik napas panjang, pandangannya beralih dari langit kamar menuju dinding
kamar berwarna ungu pudar dengan wallpaper menara Eiffel yang tulisannya telah
mengelupas termakan waktu.
Dia memulai
pembicaraan.
Tuhan, jika salah satu hewan peliharaanku mati, dima
pergi kemana? Ke surga?
Aku senang di rumah. bersama
dengan keluargaku. Ayah, ibu, adek, nenek, dan kucing-kucingku. Ada 7 ekor saat
terakhir kali kuhitung. inil-inil, cong reng, cong ping, sibang, limbuk, dan
dua si kecil Jhoni dan Jeni.
Orang-orang benar. Saat
kau mulai jengah dengan duniamu, pulang dan bertemulah dengan mereka semua.
Sudah lebih dari
umurku, nenek selalu memelihara dan menjaga kucing di rumah. Baginya seekor
kucing bukan hanya sebatas hewan, tapi juga keluarga. Meskipun kami dalamhal
bahasa kami tak saling mengerti, tapi kami yakin hati kami saling memahami.
Tak jarang saat aku
merasa sendirian di rumah, saat ayah dan ibu bekerja dan semua sibuk dengan
dunia mereka. Ada teman di rumah. Salah satu dari mereka. Mungkin mereka tidak
serta merta ikut duduk 2 jam bersama sambil melihat televise, tapi mereka
selalu berkeliaran di sekitar tempatku menonton tv. Sesekali meng-eong saking
tidak kuat menahan lapar.
Banyak cerita tentang
mereka semua.
Mulai dari inil-inil.
Si janda muda yang hobi banget melahirkan anak, tapi gak jelas siapa bapak dari
satu persatu anaknya. Dia memang emak emak, dan emang selalu seperti itu
kelakuannya. Tapi dia bukan ibu yang tidak bertanggung jawab seperti kebanyakan
berita di tv. Dia seekor emak kucing yang penuh perhatian. Bukti nyatanya
adalah dia adalah kucing yang menyusui cong reng, cong ping dan sibang pada
saat emak ketiganya mati. Dan sampe sekarangpun, kalo mereka papas an, mereka
pasti saling jilat. Mungkin itu sebagai tanda bukti sayang mereka satu sama
lain.
Si bang. Dia lelaki
paling alay di rumah. Lelaki paling perfectsionis urusan penampilan. Dikit
dikit badannya kena debu, jilat. Kena lumpur, jilat, kena tanah, jilat. Tiada
hari tanpa menyalon dirinya sendiri. Dia jago kandang banget, gak pernah keluar
rumah dari kecil sampe remaja. Kerjaannya di rumah ya itu tadi. Tapi setelah
beranjak ABG, baru baru ini dia baru mulai berani keluar rumah. Pernah sekali
waktu, sok sokan dia keluar dari rumah dan hamper 2 hari gak pulang. Pulangnya,
badannya udah penuh lumpur, compang camping kayak gelandangan, badannya
luka-luka dan kaki kiri depannya pincang. Berasa habis pulang wajib militer.
Limbuk. Cewek paling
centil di rumah. Idola para lelaki. Cong reng, cong ping dan sibang adalah
korban php an Limbuk. Dia makin sok-sokan karena dia yang dianugerahi bulu yang
paling halus walaupun warnanya agak mirip musang. Kalo dia manusia paling dia
udah jadi play girl kelas kakap. Semua cowok di gebet. Tiap malem keluar buat
kencan, pulang pulang pas subuh -__-. Dan sekarang pacarnya gak maen-maen,
preman komplek. Kucing item ekor bundul yang paling garang se Karangmojo. Gak
ada yang berani, termasuk Cong reng, cong ping, apalagi si bang. Lewatttt :D
Limbuk adalah satu
satunya kucing yang bisa naklukin hati bapak sebagai pria (manusia) di rumah.
Yaa gitu, dia pake rayuan maut, dikit dikit nempel, jilat-jilat kaki,
guling-guling manja di kaki dan segala rayuan mautnya. Kalo pas pulang ke
rumah, sekalinya liat orang rumah langsung teriak teriak kenceng. Mungkin kalo
diterjemahin hamper-hampir kaya “aku-pulang-ini-loo, aku-laperrrrr,
aku-minta-makaaan” dengan nada manja ala kucing.
Congreng. Akronim dari
moncong ireng, dia satu saudara sama cong ping. Congreng ini yang paling manly
banget. Berbulu perpaduan item dan putih, wajahnya garang karena dominan bulu
warna item numplek blek di sana. Tapi, jangan dilihat dari covernya aja. Garang
garang gitu, hatinya hello kitty banget. Dia yang paling sabar ngadepin anak
kecil versi kucing. Contohnya Jhoni dan Jeni. Baru beberapa kali ketemu mereka
berdua, tapi udah dijilatin, udah diajakin maen bareng, makan bareng di dapur.
Dan bukan sama sesama jenisnya aja dia baik, cong reng emang seneng banget kalo
di ajakin berkebun di belakang rumah. Contohnya tadi kemarin waktu aku pengen
petik sayur singkong buat masak di belakang rumah. Jujur, takut banget, bukan
karena hantu atau apa. Ini masih siang bolong, tapi takut kalo ada ular di
sekitaran pohon pisang. Begitu aku keluar dari pintu belakang rumah menuju
lokasi daun singkong berada, dari belakang ada yang ngeong-ngeong. Dan itu
Congreng. Dia ngikutin aku sampe ke semak semak, sesekali ngusap-ngusapin
kepala ke kaki kemudian duduk dan nunggu aku yang ribet dan heboh sendiri metik
daun singkong yang full nyamuk. Begitunya selesei aku beranjak, kupanggil dia
buat pulang. Dia langsung berdiri dari tempatnya dan mengikutiku dari belakang.
Congping. Akronim dari
moncong pink, hidungnya berwarna agak kemerah-merahan makanya dia dikasih nama
congping. Dia berbulu putih bersih, hanya terdapat beberapa titik hitam
berbentuk persegi pangang di pinggang kanannya, sehingga kerap Pebri bilang
kalo cong ping kaya punya saku. Dia adalah lemari holic. Seluruh lemari di
rumah yang luput dari kuncian pernah dari tempat tidur empuk buatnya, terutama
lemari kamarku, yang dari kapan tau udah soak gak bisa di kunci.
Alhasil,lemariku lah singgasana nyaman dia buat hibernasi. Congping dan
inil-inil memang sekilas tampak sama, karena bulu mereka sama sama didominasi
warna putih. Bukan aku dan orang orang rumah yang sering salah ngira dia adalah
inil-inil, bahkan Jhoni dan Jeni. Dua anak kecil yang masih sering netek
emaknya sering salah ngenalin. Pas congping duduk diem di keset, tak jarang
mereka berdua datang dengan santai dan gembiranya dan langsung ndusel-ndusel
perut congping minta netek. Aku dan ibu yang beberapa kalo jai saksi kekonyolan
kelakukan mereka bertiga pecah ngakak, gak bisa berhenti. Si congping yang jadi
emak salah sasaran juga Cuma diem aja biarin dua bocah ribet nyari putting susu
yang susah ketemu.
Jhoni dan Jeni. Baru
berhasil ngelus dan deket sama mereka sepulang dari malang,pertengahan ramadhan
kemarin. Awalnya mereka sama inil-inil ditempatin agak tersembunyi dari
jangkauan manusia, tapi begitu aku pulang. Aku pindahin mereka berdua ke deket
dapur. Biar bisa diliat, biar bisa diusel-usel tiap hari. Pertama kali ketemu
mereka yang udah pada gimbul-gimbul, guemes pengen pegangin terus, elus-elus
terus. Sueneng akhirnya ada bayi kucing lagi setelah kematian menik yang
tiba-tiba kemarin karena sakit juga. Makanya, ibu yang belum bisa move on dari
menik ngasih nama mereka berdua juga nama yang sama, yaitu Menik, tanpa
memperdulikan bahwa mereka berdua satu cewek dan satu cowok. Dua duanya tetep
dipanggil menik sampe capek.
Dan Tuhan, hari ini .. hariku
berat.
Tak ada firasat apapun.
Tak ada tanda apapun.
Jhoni mendadak sakit.
Gak mau makan gak mau minum dan tingkahnya juga menjadi aneh. Dia sering minum
ke kamar mandi dan duduk di sana. Kata nenek kucing kalo lagi sakit, pasti
hidungnya gak merah, mereka juga mencari tempat tempat dingin kaya kamar mandi,
soalnya mungkin mereka merasa tubuh mereka panas. Jeni yang awalnya gak papa, masih
bisa jalan jalan dan makan bahkan nemenin Jhoni di pintu kamar mandi seharian
hari ini juga mendadak sakit.
Mereka berdua Cuma bisa
diem di keset kamar mandi dari pagi. Udah mulai diobatin pake air kelapa, bahkan
air zam-zam. Saking nekatnya aku gak tahu kudu gimana, di kulkas ada air
zam-zam yang didapet ibu dari tetangga yang bulan kemarin pulang dari umroh.
Sorenya sekitar jam 3
an, Jeni udah lemes,gak bisa gerak. Cuma tidur di keset. Sementara itu cong
ping yang kulihat masih di kamar mandi, sekeluarnya dari kamar mandi dia
langsung sempoyongan dan terkulai lemas di samping Jeni yang akhirnya
menghembuskan nafas terakhir. Baru pertama kali dalam hidup, aku liat seekor
kucing menangis dan meneteskan air mata. Sumpah, kalopun tadi aku gak lihat itu,
mungkin aku gak bakal sesedih ini. Gatau kenapa rasanya sedih banget.
Begitu Jeni udah dibawa
nenek dan dibungkus kain dan dikubur, aku gak sempet lagi melihat keadaan
congping dan Jhoni.
Aku sempat menyesal,
enak-enak pergi jalan-jalan, ketemu temen-temen, hahahihi, sementara di rumah
ada dua makhluk yang menderita menahan sakit.
Dan sampai terakhir
pukul 22.00, aku yang udah capek udah setengah ngantuk tapi belom sholat isya
mutusin buat pergi ke kamar mandi, niatnya mau ambil air wudhu. Tapi begitu sampai
di pintu kamar mandi, congping udah terkulai lemas di keset kamar mandi selatan
dan Jhoni terkulai lemas di keset kamar mandi utara. Pemandangan apa ini ya
Tuhan? Masih belum cukupkah kau ambil Jeni sore ini? Dan sekarang aku harus
melihat lagi dua makhluk ini kembali meregang nyawa?
Kuurungkan niat untuk
berwudhu, aku terduduk lemas di depan congping sambil sesekali mengusap
tubuhnya yang sudah mulai kaku dan dingin. Kuucapkan semua doa doa yang aku
bisa, meskipun aku tak tahu itu cukup membantu meringankan bebannya atau tidak.
Congreng yang entah sejak kapan datang ikut duduk di sampingku sambil
memperhatikan congping. Dalam hati kecilnya mungkin dia ikut berdoa untuk
melepaskan kepergian congping, saudara kandungnya.
Begitu napasnya
tersengal beberapa kali akhirnya, nyawa terlepas dari raganya. Kuraparkan kedua
kakinya sejajar, kututup kedua mata dan mulutnya. Innalilahi, selamat jalan.
Tak lama nenek datang
setelah selesei sholat Isya.
Diusapnya kepala dan
tubuh congping berkali kali, sambil berbisik parau
“terima kasih sudah
jadi bagian dari keluarga kami. Terima kasih untuk semua kesetiaan dan
ketulusanmu selama ini. Maaf kalo aku Cuma bisa menjagamu sebatas ini. Aku tahu
beberapa hari ini kamu tidak pulang, karena diluar sana kau sudah sakit dan kau
menahannya sampai akhirnya pulang. Aku tidak tahu, dimana Tuhan akan
menempatkanmu, tapi aku yakin Tuhan punya tempat terbaik untukmu, mungkin surga
adalah tempat yang tepat. aminnn"
Dan aku beralih duduk
di dekat Jhoni. Badannya juga sudah lemas. Napasnya sudah mulai cepat, ketika
kupegang buku-buku jarinya yang mungil, dia masih sempat bisa membalas
pegangannku walau hanya dengan gerakan kecil.
tak lama inil-inil
datang, ibunya.
dijilati seluruh badan
Jhoni berkali kali tanpa henti, sambil sesekali mengeong, entah aku tak tahu
apa maksudnya. tapi jelas, itu juga raungan kesedihan seorang ibu untuk
anaknya.
aku dan nenek cuma bisa
duduk bersebelahan tanpa bisa berkata kata. hati kami mungkin sama saat ini,
sangat sakit. congreng yang dari tadi duduk depan jasad cong ping mulai
beranjak mendekatiku. begitu sampai di sampingku, diangkat kedua kaki depannya
di pundakku beberapa detik kemudian duduk di pangkuanku.
seperti dia ingin
menenangkan hatiku. seekor kucingpun
mengerti betapa kesedihan tengah meliputi hati kami semua, kehilangan saudara,
kehilangan keluarga.
sampai akhirnya, tubuh
Jhonipun bergetar, napasnya yang cepat mulai berangsur pelan dan sengalan
terakhir menjadi tandanya pergi.
Innalilahi.
kulakukan hal yang sama
seperti congping, kurapatkan kedua kakinya depan dan belakang, kututup kedua
mata dan mulutnya. kubungkus tubuh kecilnya yang membatu dengan kain batik
bekas jarit nenek yang sudah disiapkan. kupindahkan dia di dekat congping yang
sudah terbungkuss kain. inil-inil masih belum beranjak dari tempatnya. dia
terduduk diam dan tak mengeong sedikitpun.
Tuhan, hujanmu begitu
deras malam ini.
inikah tanda mereka
sudah kau angkat ke langit?
aku tak tahu kenapa,
sebegini sakitnya memiliki kehilangan.
pertemuan kami sebagai
keluarga memang singkat, tapi sudah begitu banyak kenangan yang kami buat
bersama.
untuk cong ping, Jhoni dan Jeni
terima kasih telah menjadi bagian dari keluarga
kecil kami.
terima kasih karena telah membuat hari hari kami
tidak sepi.
terima kasih atas tawa dan segala tingkah polah yang
membuat kami semua bahagia.
Tuhan memiliki tempat yang lebih baik untuk kalian
di surga
tempat dimana kalian bisa tidur bebas, tak perlu
sebatas lemari. tempat dimana kalian bisa tidur bebas, tak sebatas kardus
bekas,
tempat kalian bisa bermain dan berlarian bebas.
kami ikhlas, melepas ..
kuangkat inil-inil ke
pelukanku, dan congreng mengekor di belakang. kuberjalan di belakang nenek yang
siap mematikan lampu ruangan belakang.
begitu lampu
dipadamkan, aku masih sempat melihat jasad mereka berdua dengan sambil berkata
" selamat tidur ..
panjang"
nb:
memang mereka bertiga tak akan pernah baca isi blogku kali ini. tapi setidaknya, kalian yang baca ini tahu. betapa hewan peliharaan yang kita sayangi bisa menjadi bagian dari keluarga kita sendiri. keluarga itu bukan sebatas dalam tubuh kita mengalir darah yang sama, tapi lebih dari itu. keluarga adalah orang orang yang selalu bersama kita melewati suka duka.
dan kalau kamu pikir aku agak gila, mungkin benar. dan anggap saja seperti itu.
2 comment[s]:
Selamat beristirahat yah cong ping,jhoni dan jheni walau aku blm pernah melihat kalian,aku tau pasti kalian sangat menggemaskan sampai dibuatkan tulisan spesial oleh pemilikmu.
Sabar yah kakak :)
Posting Komentar