MANUSIA PASCA SARJANA
Long time no see..
Sejak postingan
terakhir. Bulan Februari 2015
Dan sekarang sudah
bulan September. Dan selama itu sudah banyak banget kejadian yang sebenernya
pengen diceritain disini, tapi lupa, tapi gak sempet dan akhirnya sekarang
kesampaian.
Seneng. Banget
Kesampaian cerita,
walaupun gak berharap juga dibaca banyak orang.
Semenjak seminar
proposal, hidup gue terus berjalan sampai dengan penelitian skripsi dan menulis
laporan akhir. Perjalanan hidup gue sebagai pejuang skripsi menuju ujian skripsi
sama beratnya seperti perjuangan gue memperjuangkan seminar proposal skripsi.
Kudu bolak balik ngolah
data, jejerin tabel pemaparan data, analisis data dan menarik kesimpulan sampai
dengan pengujian kesabaran oleh dosbing yang super gemesin seperti yang gue
ceritain di postingan sebelumnya, angkat media sana sini, perjuangan bolak balik
anter media ke kosan-sekolah-balik ke kampus sampai akhirnya berakhir dengan
nilai A dan lulus menjadi sarjana dengan IPK 3,70.
Gue beneran nangis abis
sidang skripsi itu. Tanpa sadar setiap detik perjuangan gue, kalang kabut,
capek gue seperti diputar kaya video dokumenter tanpa sutradara yang otomatis
berjalan ala timelapse di pikiran gue sukses bikin gue mewek.
Gue gak nyangka, kalo
gue bisa lulus bareng temen temen SWASH gue. Gue hampir depresi dan ogah garap
skripsi lagi sakit buntunya otak gue gegara dosbing gue yang satu itu. Tapi makin
kesini gue makin sadar kalo gue beneran diuji dan skripsi gue beneran punya
banyak andil besar dalam perubahan pikir gue selama ini.
Gue juga belom sempet
ceria kalo selepas ujian skripsi, gue ditawarin ngajar di SDN Purwantoro 8,
tempat gue PPL yang pernah gue posting juga di blog.
Gue yang semula ogah
jadi guru, makin kesini gue makin ngerasa kalo ini emang tempat gue. Disinilah tempat
gue seharusnya berada.
Jika kamu senang melihat mata anak-anak berbinar saat mereka memahami sesuatu, maka kamu cocok untuk berada di dalam kelas – AYAH
Hidup gue rasanya
berjalan begitu cepat setelah ujian dan yudisium, sampai akhirnya gue mikir
kembali hal apa yang mesti gue lakuin ke depannya, sementara ayah dan ibu gue
pengen gue pulang saat gue udah lulus. Beliau berdua pengen gue jadi guru atau
paling gak bekerja di Ponorogo. Sementara dalam hati kecil gue, gue belom siap
untuk kembali. Gue gak pengen mengulangi sejarah. Gue gak pengen kembali ke
ponorogo dan bekerja di Ponorogo hanya karena dasar nama belakang ayah, bukan
karena kemampuan gue sendiri. Dan gue negesin ke diri gue sendiri kalo gue gak
mau kayak gitu,
Sebuah ide muncul. Sebuah
petunjuk akhirnya nuntun gue ke sebuah jalan.
Daftar S2.
Jalan yang selama ini
tak pernah terbesit sedikitpun di dalam benak gue. Otak gue yang selama ini
penuh dengan pengharapan kalo setelah kuliah gue baalan ikut SM3T akhirnya
kandas karena berbagai faktor eksternal dan internal.
Ayah dan ibu adalah
faktor utama pendorong buat gue daftar dan bersedia ikut tes di S2 itu. Gue bukannya
gak mau, gue juga lillahi ta’ala kok daftarnya. Tapi gue gak 100% yakin kalo
gue bakalan keterima. Dari awal prinsip gue simple. Kalo gue diterima, berarti
itu emang jalan gue dengan segala konsekuensi dan keterbatasan gue, sementara
kalo gue ga diterima itu artinya itu bukan jalan gue, dan gue yakin Tuhan
bakalan nyiapin jalan lain yang lebih baik.
Wallahu alam.
Mukjizzat sekali lagi
seperti terjadi pada diri gue dan keluarga gue. Tepat 2 hari sebelum hari raya
Idul Fitri, gue mendapat kabar gembira untuk keluarga gue dan untuk diri gue
sendiri tentunya. Gue diterima S2, di UM lagi.
Masuk S2 bagai mambuka
skemata gue. Mengajarkan kalo selama S1 ini belom banyak ilmu yang gue dapet
walaupun gue udah belajar selama empat tahun dengan segala jerih payahnya.
S2 bukanlah S1 yang ditempuh kedua – Prof. Imam Agus
Realize how blessed you
are!
Kalimat itu yang selama
ini menjadi pelecut semangat gue kalo gue males malesan belajar di program
sekolah baru gue. Berapa puluh orang aja yang kecewa dan gak bisa diterima di
S2 ini harus berjuang kembali demi cita-cita yang mereka impikan, sementara gue
yang udah keterima masih mau enak-enakan dan santai santai. NO way, sekarang
bukan waktunya untuk itu.
Gue tahu, dan gue sadar
semakin tinggi jenjang pendidikan kita semakin tinggi juga ilmu yang harus kita
gapai. Dan semakin tinggi pendidikan kita, kita harus membuktikan bahwa orang
yang berpendidika harus bertinda sesua dengan tingkat pendidikannya.
Sudah hampir sebulan
gue masuk pasca sarjana. Banyak hal baru yang gue temuin. Banyak pengalaman
baru yang gue rasan sekarang ini. Mulai dari berteman dengan manusia manusia
baru dari seluruh Indonesia dengan ragaman budaya dan bahasa yang berbeda,
dengan pandangan hdup yang berbeda dan dengan cerita hidup yang berbeda yang
kemudian bersatu menjadi sebuah keluarga baru di OFF A DIKDAS UM 2015. Gue,
merinta, fifin, kiki, titis,mbak Indah, adib, mbak Agustin dan Bagus dari UM,
Mas Candra, Mbak Feni, Nindi dari Universitas Jember, mbak Listi, Mbak Nia dan
Feri dari UMM Malang, Mas Maxcel dan Mas Adam dari Kupang, mbak Desi dari
Kalimantan dan Mbak Reni dari Makasar. Kalo dulu S1 temen temen gue Cuma berkutat
dari Jatim, sekarang kami bisa saling berbagi pengalaman lebih luas dengan
orang-orang yang memiliki karakter dan keunikan mereka.
Gue juga heran kalo
semeter ni gue bertemu dengan etnis yang sangat beragaman selain dari temen
temen sekelas. Gue sekarang juga ngajari private les seorang anak bernama
Stefani kelas 5 di sebuah SD di Kota Malang. Stefani adalah seorang anak
keturunan Tionghoa dengan agama Budha. Nama China nya kalo di rumah adalah
Feling. Lucu ya, dia juga cantik dan pinter.
Dan kemarin, satu
moment penting lagi terjadi.
WISUDA.
Akhirnya adek jadi
sarjana bang! *lap ingus*
Minggu, 6 Septermber
2015.
Akhirnya seorang Putri
Yunisda mawarni memakai toga, naik podium dan bersalaman dengan rektor untuk
pertama kalinya dalam 4 tahun ribet
kuliah. Oh men! Its so awesome moment, walaupun ribet in itu kesana sini. Tapi alhamdulillah
lancar acaranya.
Walaupun belum bisa
didampingi oleh PW (pendamping wisuda) dan masih didampingi orang tua, tapi
itulah rasa syukur yang paling besar bagi gue, di hari penobatan wisuda gue,
kedua orang tua gue masih bisa melihat gue secara langsung, berada di dalam
gedung yang sama dengan gue, melihat gue naik podium, di geser tali toganya
oleh rektor dan dengan senyum bahagia berfoto bersama seperti yang lain.
walaupun gue merem, gue bisa liat jelas kebahagian gue hari itu |
THANK GOD!
Akhirnya, seorang putri
yunisda berhasil memberikan sedikit kebahagiaan untuk kedua orang tuanya,
walaupun sebenarnya perjalanan gue masih panjang dan cita-cita gue masih belom
bisa gue raih sepenuhnya untuk membahagiakan mereka.
Terima kasih banyak
untuk kedua orang tua, ayah, ibu, adek, nenek, mas Rifin, mas Kiki, Mas Bagas,
Rofiq, Setyo, temen temen SMA mulai dari Ferdhin, Simuz, Giri, Redha,sampai dengan
mbak Anes yang jauh jauh rela ngirim buket bunga dan coklat, buat semua ucapan
yang diberikan teman teman dan rekan rekan, dan untuk teman teman seperjuangan
pasca sarjana DIKDAS OFF A 2015 untuk surprise bagi kami yang sedang wisuda.
Penghargaan yang luar
biasa. Kebahagiaan yang amat sangat tidak bisa dinilai harganya. Dan sangat
bersyukur bahwa gue masih bisa memberikan dan berbagi kebahagiaan di tengah
tengah mereka semua.
Dan mulai sekarang,
lembaran hidup baru dimulai.
Hidup yang lebih nyata,
hidup yang akan menuntun seorang putri yunisda berusaha lebih keras meraih
cita-cita.
0 comment[s]:
Posting Komentar